Tanggamus – Lembaga Solidaritas Peduli Pembangunan (SP3) resmi melaporkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Tanggamus Kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Tanggamus perihal dugaan korupsi sewa gedung serta rehab Interior dan exsterior gedung BPRS Tanggamus, tahun anggaran 2022. Jumat (13/1/2023).

Laporan dengan No.001/SE/SPPP/LPG/I/2023 disambut langsung Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanggamus Apriyono, S.H., M.H. dan selanjutnya akan disampaikan kepada Kajari Tanggamus untuk di disposisikan.

“Ya pak laporan telah kami terima kebetulan pak Kajari sedang tidak ada di tempat mungkin hari Senin kalau beliau sudah ada akan segara kami kordinasikan tetang laporan ini,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, berawal dari penilaian sejumlah pihak atas buruknya pengelolaan keuangan BPRS Tanggamus yang di lihat dari pengelolaan dana sewa dan rehab gedung BUMD Tanggamus itu.

Bangunan gedung BPRS Tanggamus yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda nomor 5, Kuripan, Kota Agung itu ternyata sudah disewa sejak Januari 2022. Sementara baru diresmikan pada 28 September 2022.

Hal tersebut dibenarkan Direktur BPRS Tanggamus Palahi Padoli jika sewa gedung memang dimulai sejak awal tahun dan efisiensinya sejak Maret 2022. Akan tetapi karena adanya rehab bangunan gedung,baru bisa digunakan pada awal September.

“Ditunggu awal September 2022, sesuai dengan izin dimulai dari awal tahun sekitar Maret. Jadi kalo dikatakan ada kerugian itu resiko. Tapi harus dilihat juga bahwa BPRS ini memberi PAD sampai dengan tahun ini yaitu mencapai Rp10,3 miliar untuk Tanggamus artinya kita sudah balik modal,” kata Padoli.

Entah dilakukan secara sengaja atau tidak, pihak BPRS Tanggamus cenderung menggunakan anggaran dana yang anggap pemborosan dimana seharusnya sewa gedung sudah dapat digunakan sedari awal kontrak dimulai.

Selain tentang sewa gedung, BPRS Tanggamus juga telah merehab interior dan eksterior bangunan yang menelan biaya hampir dua miliar rupiah dimana dalam proses nya,diduga proyek tersebut menjadi ajang korupsi,sebab dana yang begitu besar itu dibagi menjadi sepuluh paket kegiatan dengan nilai berkisar Rp200 juta perkegiatan dengan waktu pengerjaan selama satu tahun. Namun, sepuluh paket kegiatan rehab tersebut dimenangkan oleh satu perusahaan dan tidak melalui LPSE.

Atas laporan tersebut, ketua SP3 Supriyansyah menyampaikan bahwa ada beberapa item kejanggalan yang terjadi hingga adanya dugaan tindak pidana korupsi namun semua sudah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Tanggamus.

“Semua sudah diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kejaksaan Negeri Tanggamus, adapun item kejanggalan hingga adanya dugaan Tipikor sudah kita tuangkan melalui surat resmi.”

Selanjutnya menanggapi pernyataan dari Direktur BPRS Tanggamus terkait PAD mencapai Rp10,3 miliar, Supriyansyah menyatakan. Kalau pun benar PAD BPRS mencapai 10,3 Milyar itu kita apresiasi atas keberhasilannya.

Namun bukan berarti pihak pengelola semena-mena dalam menggunakan anggaran, dan penyataan Direktur tersebut justru menguatkan adanya dugaan kami. Mereka, baik direktur ataupun pegawai dibawahnya hanya mengelola dan mereka digaji. Adapun BPRS mendapat keuntungan itu uang Kabupaten Tanggamus, uang masyarakat Tanggamus, jadi tidak bisa seenak mereka menggunakan apa lagi sampai dikorupsi.

Kemudian kalau BPRS mengalami kerugian bagaimana, apa mereka yang menanggung? Kan tidak. Kesimpulannya adalah pengelola BPRS tidak boleh semena-mena apa lagi melakukan tindak pidana korupsi.

Terkait jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud supriyansyah menyampaikan. “Kita tidak bisa memastikan, tapi dugaan saya dengan adanya 10 kali kontrak tersebut ada praktik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun di sini saya tidak memastikan, itu hanya dugaan” tutup Supriyansyah. (Jun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *