
Bandar Lampung – Inspektorat Kabupaten Tanggamus diduga berbohong setelah menjanjikan pengiriman Surat Tanda Setoran (STS) sebagai bukti pengembalian dana kelebihan pembayaran hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun Anggaran (TA) 2024 di Sekretariat DPRD Tanggamus namun hingga hari yang dijanjikan tiba, pihak Inspektorat justru tidak merespon saat dikonfirmasi oleh awak media.
Pada Jumat, 15 Agustus 2025, Sekretaris Inspektorat Kabupaten Tanggamus, Gustam Apriansyah, mengatakan bahwa sebagian temuan LHP BPK TA 2024 sudah dikembalikan. Ia juga berjanji kepada awak media bahwa “hari Senin [18 Agustus 2025] saya kasih bukti setorannya yang sudah ada” karena saat itu ia tengah menghadiri sebuah acara dan dokumen berada di kantor.
Sebelumnya, Inspektorat Kabupaten Tanggamus berjanji akan memberikan bukti Surat Tanda Setoran (STS) terkait penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Sekretariat DPRD setempat Tahun Anggaran (TA) 2024.
“Sudah ada sebagian yang dikembalikan,” ujar Gustam, Jumat (15/8/2025).
Untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah khususnya masyarakat, Gustam berjanji akan mengirimkan bukti STS penyelesaian LHP BPK TA 2024 milik Sekretariat DPRD Tanggamus pada pekan depan, Senin (18/8/2025).
“Nanti hari Senin saya kasih bukti setorannya yang sudah ada, karena sekarang saya masih di tempat acara, berkasnya ada di kantor,” jelasnya.
Dalam LHP BPK TA 2024, di Sekretariat DPRD Tanggamus BPK mencatat adanya belanja kegiatan dan honorarium narasumber reses, sosialisasi perda (sosper), serta wawasan kebangsaan (wasbang) yang tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp927,36 juta. Lebih parah lagi, belanja perjalanan dinas yang diduga tidak sesuai realisasi mencapai Rp3,18 miliar.
BPK mencatat, beberapa rekomendasi memang telah dijalankan. Seperti perintah kepada Sekretaris DPRD untuk memperketat verifikasi bukti pertanggungjawaban, memedomani aturan honorarium, dan mengawasi ketat pembayaran kepada narasumber. Namun, rekomendasi paling krusial—yakni pengembalian kelebihan pembayaran ke kas daerah—masih diabaikan.
BPK secara tegas memerintahkan pengembalian dana sebesar Rp736,4 juta untuk kegiatan reses, sosper, dan wasbang, serta Rp190,96 juta untuk honorarium narasumber. Selain itu, dana perjalanan dinas senilai Rp3,18 miliar juga harus dikembalikan. Fakta mencengangkan, hingga 31 Desember 2024, tidak ada satu rupiah pun yang disetorkan ke kas daerah.
BPK Bongkar Pembayaran Langganan Koran Fiktif di DPRD Tanggamus
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap praktik pembayaran langganan media cetak yang tidak sesuai realisasi di Sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus. Temuan ini menambah daftar panjang ketidaktertiban pengelolaan keuangan di lingkungan legislatif daerah tersebut.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan 976 eksemplar koran dari 18 media yang seharusnya dikirim ternyata tidak pernah diterima, meski tercatat dalam dokumen pertanggungjawaban. Nilai pembayaran fiktif ini mencapai Rp2,55 juta. Lebih buruk lagi, BPK mencatat total kelebihan pembayaran belanja langganan media cetak sebesar Rp13,34 juta, yang membebani kas daerah hingga Rp51,75 juta.
Ironisnya, biro media yang dikonfirmasi mengaku tidak memiliki catatan pengiriman, sementara pihak Sekretariat DPRD tidak pernah melakukan rekonsiliasi jumlah eksemplar yang diterima. Proses distribusi selama ini hanya mengandalkan loper tanpa bukti tertulis yang memadai. Fakta ini mengindikasikan lemahnya kontrol internal dan verifikasi pembayaran.
Temuan BPK menegaskan adanya pelanggaran terhadap berbagai aturan, mulai dari PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, hingga Peraturan Bupati Tanggamus terkait standar harga satuan dan kerja sama publikasi. Bahkan, kesepakatan kontrak dengan pihak media secara jelas mewajibkan pembayaran sesuai jumlah eksemplar yang benar-benar dikirim.
Akar masalahnya terletak pada kelalaian berlapis: Sekretaris DPRD tidak mengawasi pertanggungjawaban, PPK-SKPD gagal memverifikasi tagihan dengan cermat, dan Bendahara Pengeluaran serta PPTK lalai memeriksa kelengkapan bukti. Akibatnya, uang publik mengalir keluar tanpa dasar yang sah.
Koran Digital Jadi Ladang Mark-Up, DPRD Tanggamus Bayar Lebih Mahal dari Harga Resmi
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menemukan celah pemborosan anggaran di Sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus. Kali ini, persoalan muncul dari pembayaran langganan koran digital (e-paper) yang tidak mengacu pada biaya riil.
Hasil pemeriksaan mengungkap, dua media—LP dan Ex—menyediakan layanan koran digital untuk DPRD. Ironisnya, harga langganan yang dibayarkan pemerintah daerah lebih tinggi dari tarif resmi yang tertera di situs media. Untuk LP, biaya langganan publik hanya Rp50.000 per bulan. Namun, sejak Juni 2024, Sekretariat DPRD justru membayar Rp80.000 per bulan (setara Rp4.000 per eksemplar/hari selama 20 hari). Selisih Rp30.000 per bulan ini, jika dikalikan periode langganan, menghasilkan kelebihan pembayaran hingga Rp10,78 juta.
Yang lebih mengkhawatirkan, Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2023 yang telah diperbarui melalui Peraturan Bupati Nomor 2 Tahun 2024 sama sekali belum mengatur standar harga langganan koran digital. Kekosongan regulasi ini menjadi celah bagi pembayaran tanpa acuan yang jelas, membuka peluang terjadinya pemborosan atau bahkan manipulasi anggaran.
Kelebihan pembayaran ini seharusnya tidak terjadi jika Sekretariat DPRD dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjalankan fungsi verifikasi dengan benar. Fakta bahwa harga resmi dapat diakses publik, namun tetap diabaikan, mengindikasikan kelalaian serius dan lemahnya pengawasan internal.
Standar Harga Dilanggar, Kas Daerah Terkuras
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali mengungkap penyimpangan belanja di Sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus. Kali ini, dugaan pemborosan anggaran muncul dari pembayaran langganan media cetak yang jauh melampaui Standar Harga Satuan Biaya (SHSB) yang telah ditetapkan pemerintah daerah.
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2023 yang diperbarui melalui Peraturan Bupati Nomor 2 Tahun 2024, harga satuan Jasa Langganan Surat Kabar Harian semestinya Rp3.000 per eksemplar. Namun, fakta di lapangan menunjukkan dua media—SL dan SLN—dibayar Rp7.500 per eksemplar, atau 2,5 kali lipat dari harga standar. Selama 2024, masing-masing media mengirimkan 540 eksemplar per bulan selama 12 bulan, memicu pemborosan hingga Rp51,75 juta.
Ironisnya, pembayaran ini berlangsung lancar tanpa koreksi meski sudah jelas melanggar aturan. Pihak biro media berdalih bahwa tarif tersebut merupakan “harga resmi” yang tertera di cetakan, tanpa mempertimbangkan ketentuan SHSB yang bersifat mengikat. BPK menilai hal ini sebagai pelanggaran prinsip efisiensi dan kepatuhan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Perlakuan berbeda juga ditemukan pada dua media lain—LP dan RL—yang dibayar Rp4.000 per eksemplar dengan alasan memiliki jangkauan luas hingga 15 kabupaten/kota di Lampung. Namun, tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menetapkan tarif khusus tersebut.
Temuan ini menunjukkan adanya kelalaian berlapis dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), hingga Bendahara Pengeluaran. Fungsi verifikasi dan pengawasan yang seharusnya menjadi benteng terakhir justru longgar, membiarkan kebocoran anggaran terjadi sepanjang tahun.
Pengelolaan Belanja Langganan Media di DPRD Tanggamus Amburadul
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyoroti pengelolaan Belanja Langganan Jurnal/Surat Kabar/Majalah di Sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus tahun anggaran 2024. Dari total anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp74,31 miliar, realisasi mencapai Rp66,51 miliar atau 89,51 persen. Salah satu pos terbesar adalah belanja langganan media dan jasa publikasi yang mencapai Rp8,56 miliar.
Namun, pemeriksaan BPK mengungkapkan dua pelanggaran utama: pembayaran melebihi Standar Harga Satuan Biaya (SHSB) dan pembayaran langganan yang tidak sesuai jumlah eksemplar atau berita daring yang benar-benar diterima. Fakta ini menunjukkan lemahnya pengendalian internal serta ketidakpatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan daerah.
Temuan serupa sebenarnya sudah diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun 2023, yang mencatat kelebihan pembayaran hingga Rp1,54 miliar. Bupati Tanggamus bahkan telah mengeluarkan surat perintah pada 29 Mei 2024 kepada Sekretaris DPRD untuk menagih dan menyetorkan dana tersebut ke kas daerah. Namun, hingga kini, rekomendasi itu belum dijalankan sepenuhnya. Dari jumlah yang harus dikembalikan, Rp1,42 miliar masih belum disetor.
Tak berhenti di situ, pemeriksaan terbaru juga menemukan permasalahan baru dalam tahun berjalan, yakni pengelolaan langganan media yang kembali tidak sesuai ketentuan dengan nilai pelanggaran mencapai Rp65,09 juta.
Sampai saat ini, Sekretaris DPRD Tanggamus belum juga memberikan tanggapan terkait banyaknya temuan dan lemahnya tindaklanjut atas temuan BPK tersebut. (Ahlun)