Inforial.co – September 2020 mendatang Kota Bandar Lampung akan mengelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak bersama dengan beberapa derah lain. Menariknya, dari nama-nama yang muncul sebagai kandidat ada yang berniat maju lewat jalur perseorangan atau independent.

Pencalonan melalui jalur perseorangan dianggap sebagai langkah yang tepat untuk meminimalisir oligarki partai politik dan politik dinasti yang saat ini menjadi momok perusak demokrasi Bangsa. Untuk itu, masyarakat diminta untuk dapat berperan aktif dalam memberikan dukungan kepada calon yang berusaha maju melalui jalur perseorangan.

Konsultan Politik dari Koalisi Kerakyatan, Deden F Radjab menjelaskan jika oligarki partai politik dan politik dinasti merupakan bagian dari sistem demokrasi yang sangat mengerikan dan berdampak buruk bagi demokrasi Bangsa maupun pembangunan daerah.

Ia menjelaskan, kerusakan yang akan timbul jika oligarki partai politik tidak dianggap sebagai musuh bersama ialah terbelenggunya kader atau putra-putri terbaik daerah dalam kontestasi politik. Artinya; kader atau putra-putri terbaik daerah yang bukan bagian dari para pengurus partai akan kehilangan kesempatan untuk maju dalam kontestasi politik.

“Jadi oligarki partai politik ini sangat mengunci demokratisasi kita. Bahayanya itu tadi, tidak adanya kader terbaik di luar dari mereka (partai politik, red) untuk maju dalam kontestasi politik. Selain itu, dengan oligarki partai politik mereka akan semena-mena sehingga rakyat tidak punya pilihan lain. Dan yang terakhir menyuburkan money politics dengan mahar karena kalau tidak melalui partai tidak bisa maju dalam kontestasi politik. Apakah itu di pileg atau pilkada,” kata Deden F Radjab, Jum’at (17/1/2020).

Sementara untuk politik dinasti juga tidak kalah mengerikannya. Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta periode 2013-2018 itu menyebutkan jika politik dinasti selain merusak tatanan demokrasi juga berdampak buruk terhadap proses pembangunan daerah. Terlebih jika politik dinasti tersebut mencengkram partai politik.

Ia menjelaskan, jika simbiosis antar kelompok dalam pusaran politik dinasti semakin merusak demokratisasi Bangsa yang sudah dibangun susah payah di era revormasi. Padahal revormasi dilahirkan untuk memberantas kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Akan tetapi karena partai politik dan politik dinasti justru semakin menyuburkan KKN.
Buktinya, banyak inkamben yang sudah dua periode mendorong anak, menantu, ponakan, istri, ipar untuk menggantikan posisinya.

Untuk politik dinasti juga sama, apalagi kalau politik dinastinya itu mencengkram partai politiknya. Nah simbiosis dari mereka itu semakin merusak demokratisasi yang ada di republik ini yang sudah dibangun susah payah di era revormasi.

Yang awalnya revormasi untuk menghilangkan KKN, ternyata dengan oligarki partai politik dan politik dinasti, bukan menghilangkan tapi justru menyuburkan dengan terbuktinya banyak incumbent atau petahana yang sudah dua periode menjabat mendorong anak, mantu, ponakan, ipar dan istri untuk menggantikan jabatan politiknya.
“Sehingga politik dinasti ini lebih kejam, lebih bahaya dari pada orde baru. Jadi itu yang harus diwaspadai,” tegasnya.

Selain membahayakan demokratisasi, oligarki partai politik dan politik dinasti juga berdampak buruk terhadap pembangunan daerah. Dalam oligarki partai politik selain terdapat mahar juga biasanya ada konsesi yang harus dikembalikan atau Return On Invesment (ROI). Biasanya konsesi tersebut diberikan kepala daerah terpilih dalam bentuk proyek pembangunan daerah. Sehingganya anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD) yang semestinya berpihak pada rakyat sebagian akan tertekan dengan partai politik.

Sementara kalau untuk politik dinasti juga sama kejamnya, karena yang akan mengelola proyek APBD dan APBN nantinya adalah keluarga besar kepala daerah terpilih, dan masyarakat hanya akan mendapatkan sisa-sisa. “Paling cuma sekedar oh jalan diperbaiki, tapi yang mengerjakan siapa?” tuntasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *