Bandar Lampung – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lampung Raya Bandar Lampung, Alian Setiadi, S.H mengkritisi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi di wilayah Tanjung Tua, Bakauheni, Lampung Selatan.

Seperti diketahui, Bakauheni akan dijadikan kawasan pariwisata terintegrasi seperti yang tertuang dalam momerandum of understanding (MoU) antara Pemerintah Propinsi Lampung dengan PT. ASDP Indonesia (Persero), PT. Indonesian Tourism Development Corporation (PT. ITDC), dan PT. Hutama Karya pada Oktober 2019 lalu.

“Namun faktanya, disekitar Kawasan tersebut, kami mendapatkan informasi bahwa Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM/PTSP) Propinsi Lampung telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada Januari 2020 yang lalu. Tentunya hal ini sangat kontraproduktif dengan kebijakan gubernur,” ujar Alian, Selasa (6/4/2021).

Selain itu, lanjut Alian, berdasarkan Perda Kabupaten Lampung Selatan No.15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Lampung Selatan, Pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa Kecamatan Bakauheni dengan wilayah pelayanan meliputi Kota Cilegon, Kab. Lampung Timur dan Kota Bandar Lampung berfungsi sebagai pusat koleksi distribusi, dan pariwisata.

Dengan terbitnya IUP oleh Dinas Penanaman Modal/PTSP Propinsi Lampung, LBH Lampung Raya menilai adanya pelanggaran yang nyata terhadap RTRW Kabupaten Lampung Selatan oleh Dinas terkait di lingkungan Pemerintah Propinsi Lampung.

“Saat ini kami sedang melakukan investigasi sehubungan dengan terbitnya IUP dimaksud. Pada tahap awal, kami akan membangun koalisi bersama organisasi lingkungan hidup untuk menilai apakah ada potensi pelanggaran hukum dan proyeksi kerusakan lingkungan di wilayah Tanjung Tua sebagai lokus Izin Usaha Pertambangan yang telah diterbitkan,” lanjut Alian.

LBH Lampung Raya, menurut Alian, juga akan menkaji apakah kewajiban-kewajiban penerima izin telah dilakukan. “Saat ini kami sedang mencari informasi apakah Rencana Kerja dan Biaya dari penerima izin sudah disampaikan kepada Gubernur Lampung, karena menurut pemahaman kami, paling lambat 60 hari sejak terbitnya IUP, penerima izin wajib menyampaikan Rencana Kerja dan Biaya kepada Gubernur,” kata dia.

Pada waktu dekat, LBH Lampung Raya bersama koalisi, akan melakukan audensi kepada Gubernur Lampung agar IUP tersebut dapat dibatalkan.

“Kami melihat banyak sekali pelanggaran atas terbitnya IUP tersebut, terutama pelanggaran terhadap RTRW Kabupaten Lampung Selatan dan komitmen Gubernur Lampung untuk menjadikan Bakauheni sebagai kawasan pariwisata terintegrasi.” tutup Alian. (Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *